BAB 4 - MANUSIA MAKHLUK OTONOM

Hari, tanggal : Rabu, 27 September 2023
Resume oleh : Elida Safitri

Materi : Manusia Makhluk Otonom
Penyaji Materi : Drs. Jajang Suryana M.Sn
Sumber: Suryana, Jajang.2010.Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum V.2.0.Singaraja: Tespong

PENDAHULUAN
Materi resume pada bab 4 yang membahas tentang manusia makhluk otonom ini disajikan oleh bapak Drs. Jajang Suryana M. Sn selaku dosen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam

Tujuan dari resume ini guna untuk bisa merumuskan lengkap dengan contoh tingkatan nikmat yang diberikan Allah kepada mahlukNya. Selain itu, resume ini juga bertujuan untuk menjelaskan batasan posisi manusia sebagai mahluk individu dan konsep dosa individu dalam pandangan Islam.
Secara khusus, disini saya akan memaparkan tentang bahasan materi tersebut yaitu tentang "BAB 4 - MANUSIA MAKHLUK OTONOM"

Pada materi bab 4 ini terdiri atas beberapan bahasan, yaitu :
1. Nikmat Allah bagi semua makhluk
2. Nikmat hidup
3. Nikmat akal
4. Nikmat hidayah
5. Dua nikmat yang kerap terlupakan
6. Manusia makhluk individu
7. Konsep dosa individu dalam pandangan Islam

4.1 Nikmat Allah bagi Semua Makhluk

Dalam subbab pertama ini dijelaskan tentang pengertian otonom yang terkait dengan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah adalah bertalian dengan kebebasan menentukan pilihan. Manusia, tanpa kecuali, memiliki hak menentukan pilihan di samping diikat oleh kewajiban insani sebagai mahluk Allah yang wajib beribadat. Hak dan kewajiban itu kemudian berkelindan dengan masalah pahala dan dosa: sebuah hukum sebab akibat yang lebih banyak ditentukan oleh amal manusia. Dalam Q.S. Al-Baqarah, 2 : 30 Allah berfirman :

وَاِ ذْ قَا لَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَا عِلٌ فِى الْاَ رْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَا لُوْۤا       اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ  وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَا لَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ                                

Ayat tersebut menjelaskan tentang manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Pengertian khalifah bisa berarti wakil Allah bumi, bisa juga sebagai pemakmur Bumi.

Dalam memikul tanggung jawab dunia, seperti diceritakan dalam Al-Quran, manusia telah siap memikul amanah yang telah ditawarkan oleh Allah swt kepada mahluk lainnya. Ketetapan itu kemudian menjadi pelengkap tanggung jawab tugas khalifah di Bumi. Namun, seperti diungkap Allah swt dalam Al-Quran, manusia itu cenderung banyak lalai, menyepelekan amanat, dan zhalim terhadap mahluk lain dan dirinya. Sesungguhnya, Allah tidak pernah membeda-bedakan mahlukNya. Semua mahluk Allah ada dalam lindungan dan kasih sayangNya. Seperti yang diterangkan dalam Q.S. Al-Faatihah, 1: 1- 3 Allah berfirman

           بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ                                                       اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ                                                                         الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ                                                                            
Ayat tersebut menjelaskan tentang sifat Allah yang Rahmaan dan Rahiim, mengasihi semua mahluk secara merata. Allah Maha Penyayang terhadap semua mahlukNya di Dunia. Dan, Allah juga Maha Pengasih hanya kepada mahluk tertentu yang patuh kepadaNya di akhirat nanti

4.2 Nikmat Hidup

Dalam subbab yang kedua ini dijelaskan bahwa Allah dengan sifat RahmanNya menyediakan nikmat hidup kepada semua mahlukNya tanpa kecuali. Manusia, jin, malaikat, binatang, maupun tumbuhan, diberi kesempatan menikmati kehidupan secara merata oleh Allah. Allah tidak pernah akan membedakan mahluk mana yang menuruti aturanNya atau yang mengingkari aturanNya, semua mendapatkan kasih sayang Allah. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Huud, 11: 6 Allah berfirman :

وَمَا مِنْ دَآ بَّةٍ فِى الْاَ رْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا                 وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ                                       

Ayat tersebut menjelaskan tentang kasih sayang Allah swt juga dibagi-bagikan kepada semua mahluk hidup sebagai bagian dari sisi fasilitas hidup yang disediakan oleh Allah swt.

Dalam kaitan dengan nikmat hidup, semua mahluk Allah swt telah dijamin rezekinya beserta fasilitas hidup yang lengkap. Tak ada mahluk hidup yang harus membayar kenikmatan asali udara, kenimkatan air, kenikmatan tempat tinggal, semua telah disediakan sebagai bagian dari kelengkapan jaminan hidup dari Allah swt. Tetapi, kemudian manusia tidak bisa menyukuri semua nikmat tersebut. Banyak fasilitas kehidupan (nikmat hidup) yang telah dikuasai secara semena- mena oleh sekelompok manusia tertentu. Satu kebutuhan mendasar bagi kehidupan yaitu air, banyak yang telah dikangkangi oleh kelompok pamilik dana besar. Ketidakadilan sosial itu telah merebak di mana-mana. Belum lagi kekayaan alam yang seharusnya menjadi bahan kemakmuran rakyat, telah digadaikan kepada negara asing, yang hasilnya hanya menguntungkan segelintir orang-orang culas dan serakah.

Tidak akan kita temui kejahatan yang terjadi di antara bangsa binatang, juga mahluk lainnya yang memiliki hak nikmat hidup sebagaimana yang telah diberikan untuk manusia. Tetapi, seperti talah digambarkan oleh Allah swt, manusia yan baik akan berada pada kondisi lelbih baik daripada para malaikat. Sebaliknya, manusia yang buruk akan berada pada kondisi lebih buruk daripada binatang. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Ar-Ruum, 30 : 41 Allah berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ      بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ                                          

Ayat tersebut menjelaskan tentang mengapa binatang dijadikan contoh keburukan dalam keterangan Allah? Karena seburuk apapun perilaku makhluk lain, mereka tidak akan menimbulkan kerusakan di bumi. Hanya manusia saja yang telah dinash (dicatat) di dalam Al-Quran yang akan memunculkan aneka kerusakan di darat maupun di lautan.

Semua mahluk Allah swt diberi kesempatan hidup dan berkembang biak oleh Allah swt,
lengkap dengan fasilitas yang menyertai keberadaannya. Inilah nikmat yang amat
mendasar yang dianugerahkan oleh Allah swt untuk mahluk apapun. Allah swt tidak pernah membedakan mahluk untuk urusan nikmat mendasar ini. Manusia lah yang menyebabkan mahluk lain menjadi berubah kondisinya. Sementara itu, mahluk lain selain manusia, pada dasarnya berada pada kondisi yang tetap seperti ketika awal makhluk tersebut menjalani nikmat hidupnya dalam ciptaan Allah swt.

4.3 Nikmat Akal

Dalam subbab yang ketiga ini dijelaskan bahwa Allah memberi akal sebagai alat pengendalian diri, alat pengembangan diri, atau alat berpikir yang bisa digunakan untuk mengubah diri dan menentukan pilihan. Hanya manusia yang diberi nikmat akal. Oleh karena itu, manusia ditugaskan untuk mengelola bumi sebagai khalifah fil-Ardh. Dengan akalnya, manusia bisa mengelola dunia untuk berbudaya. Allah tidak membeda-bedakan manusia yang beriman maupun kufur, semuanya diberi kenikmatan akal. Bahkan, tanpa membedakan pula, Allah telah membuktikan janji-Nya tentang manusia pengolah ilmu pasti mendapatkan posisi yang tinggi di antara mahluk lainnya. Allah secara lengkap menjanjikan akan meninggikan derajat orang yang beriman sekaligus berilmu beberapa derajat di antara mahluk lainnya dikarenakan bisa memanfaatkan kemampuan akal. Seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah, 02: 44

اَتَأْمُرُوْنَ النَّا سَ بِا لْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَ نْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ                                                                             

Ayat tersebut menjelaskan tentang peringatan yang sangat keras dari Allah untuk menyadarkan keberakalan manusia

Allah swt akan menempatkan manusia yang beriman dan “menguasai” ilmu dengan posisi yang lebih tinggi di antara mahluk Allah swt lainnya. Bisa dibuktikan secara nyata, posisi bangsa - bangsa ‘penguasa’ ilmu telah diberi kedudukan lebih di atas bangsa lain, sebagai ‘penguasa’ urusan Dunia, sekalipun kondisi mereka tidak berbekal keimanan. Mereka tetap diberi kesempatan untuk mengembangkan ilmu Allah swt sejalan dengan upaya sungguh-sungguh yang mereka miliki. Tetapi, tanpa bekal keimanan kepada sang pemilik tunggal ilmu yang mereka kelola, mereka bisa melakukan berbagai perbuatan yang semena-mena. Allah swt menegaskan keberadaan keimanan harus bergandengan dengan ilmu dalam surat Al - Mujaadilah, 58: 11

4.4 Nikmat Hidayah

Dalam subbab yang keempat ini dijelaskan bahwa Allah menganugerahkan nikmat hidayah hanya bagi manusia tertentu (terpilih) saja. Sejalan dengan posisi manusia sebagai mahluk otonom, yang telah diberi kebebasan untuk memilih kecenderungan fujur atau taqwa, maka tidak semua manusia mengambil pilihan yang sama. Padahal, hidayah, yang selama ini diartikan sebagai “sesuatu yang selalu harus dicari”, telah tersedia berbentuk Al-Quran yang sempurna sebagai kumpulan hidayah Allah. Secara fungsional manusia telah dibedakan dengan mahluk lainnya. Manusia memiliki nikmat yang lengkap : nikmat hidup, akal, maupun hidayah.

Allah swt menegaskan bahwa urusan hidayah adalah urusan Allah swt semata. Allahlah yang memiliki hak dalam menetapkan siapan yang akan mendapatkan hidayah dan siapa yang secara pasti (berdasarkan proses) tidak mendapatkan hidayah Allah swt. Allah swt juga menegaskan bahwa hidayah itu selalu disertai dengan perangkat yang melengkapinya, yaitu adanya utusan (rasul) yang difungsikan sebagai penyeru ke arah hidayah Allah swt.

4.5 Dua Nikmat yang Kerap Terlupakan

Dalam subbab yang kelima ini dijelaskan bahwa nikmat sehat pada dasarnya adalah anugerah Allah swt. Ketika sehat, begitu banyak orang yang lupa diri, sangat lupa bahwa sehat itu sangat mahal. Di samping nikmat kesehatan, ada nikmat lainnya yang kerap terlupakan oleh manusia, yaitu kenikmatan memiliki waktu senggang. Setiap orang rata-rata diberi waktu senggang yang banyak oleh Allah swt. Allah swt menuntut manusia untuk beribadat mahdhah
dengan waktu yang sangat sedikit. Manusia cukup leluasa untuk memanfaatkan waktunya
dalam banyak kegiatan di luar ibadat mahdhah.

Tanda syukur bukan hanya sekadar ucapan. Ada bentuk tanda syukur yang bisa tampak sebagai bukti-bukti tinggalan yang baik serta menjadi penanda keberadaan dan kehadiran makhluk Allah swt yang banyak bersyukur dalam bentuk tindakan yaitu dengan beramal shalih.

Seseorang yang telah terbiasa berbuat baik, tetapi belum didasari oleh latar keimanan kepada Allah swt, kebaikan-kebaikan tadi baru berdampak positif secara duniawi. Artinya, Allah swt tetap menghargai perbuatan baik siapapun yang dilakukan semasa di dunia, sebatas kebaikan duniawi. Sementara itu, yang menjadi tuntutan lengkap dari Allah swt adalah fiddunyaa hasanah (amal shalih di dunia) wa fil-aakhirati hasanah (keshalihan yang dilengkapi keimanan). Itulah yang akan menyelamatkan siapapun dari siksa yang pedih (‘adzaaban-Naar) di akhirat kelak.

4.6 Manusia Mahluk Individu

Dalam subbab yang keenam ini menjelaskan tentang manusia adalah mahluk individu. Sekalipun ada dua orang kembar siam, kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh manusia kembar tersebut tidak pernah betul - betul persis. Manusia memang unik. Dalam Dinul Islam, bersama keunikan-keunikan tadi Allah melengkapi manusia dengan perangkat keperluan hidup agar manusia bisa berkembang sejalan dengan fungsi kekhalifahannya.

Bersama dengan keunikan yang diberikan Allah kepada manusia, Allah juga telah melengkapi manusia dengan aneka aturan untuk kemaslahatan hidup manusia.

4.7 Konsep Dosa (Individu) dalam Islam

Dalam subbab yang terakhir ini menjelaskan tentang sebagai mahluk individu, sejak awal kelahirannya manusia terlepas dari ikatan dosa
siapapun. Seorang bayi yang lahir, sekalipun lahir dari seorang ibu yang tidak memiliki ikatan suami-istri yang sah, bayi tersebut tetap berada dalam kondisi yang fitrah, suci. Karena manusia dilahirkan sebagai mahluk individu maka urusan dosa pun adalah urusan dosa individu. Masing-masing manusia harus mempertanggung jawabkan hasil perbuatan masing-masing di hadapan Allah Swt.

Setiap manusia adalah individu yang harus mempertanggungjawabkan seluruh hasil perbuatannya. Pada dasarnya, semua individu adalah penanggung jawab hasil perilakunya. Mempengaruhi orang lain, baik maupun buruk, adalah bentuk amalan yang akan dihitung sebagai amalan pribadi. Pengaruh amalan tersebut, terkait dengan orang lain, sama seperti pada bentuk atau jenis amalan lainnya, misal shadaqah-jariyah, tetap akan meninggalkan dampak yang pada akhirnya menyangkut perhitungan amal. Oleh karena itu, Allah swt menetapkan satu kondisi khusus yang akan dikaitkan dengan hasil perilaku pribadi tetapi bertalian dengan keberadaan orang lain.

Manusia yang melibatkan orang lain untuk melakukan perbuatan, dalam bentuk kebaikan
maupun keburukan, mereka akan mendapatkan balasan dan perhitungan untung-rugi akibat perbuatannya. Perhitungan tersebut, pada dasarnya, bukan dalam pengertian “memikul beban dos orang lain” tetapi mereka mempertanggungjawabkan hasil perilaku mereka mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu perbuatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 3 - MANUSIA MAKHLUK IBADAT