BAB 2 - MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK ALLAH
Manusia Sebagai Makhluk Allah
Penulis: Drs. Jajang Suryana M.SnSumber: Suryana, Jajang.2010.Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum V.2.0.Singaraja: Tespong
PENDAHULUAN
Materi review pada bab 2 yang membahas tentang manusia sebagai makhluk Allah ini disajikan oleh bapak Drs. Jajang Suryana M. Sn selaku dosen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam
Tujuan dari review ini guna untuk mengetahui batasan pengertian dan posisi Allah sebagai Khalik, selain itu review ini juga dibuat untuk mengetahui tentang konsep sunnatullah, posisi manusia di antara mahluk Allah dan batasan pengertian khalifatan fil ardh.
Secara khusus, disini saya akan memaparkan tentang bahasan materi tersebut yaitu tentang "BAB 2- MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK ALLAH"
Pada materi bab 2 ini terdiri atas beberapan bahasan, yaitu :
1. Kemegahan alam ciptaan Allah Swt
2. Konsep sunnatullah
3. Posisi manusia di antara mahluk ciptaan Allah Swt
4. Manusia sebagai khalifatan fil ardh
2.1 Kemegahan Alam Ciptaan Allah Swt
Dalam subbab pertama ini dijelaskan bahwa manusia sebagai penghuni bumi sangatlah banyak jumlahnya. Allah sengaja menciptakan manusia dalam keadaan yang unik. Salah satu dari keunikan tersebut adalah tidak adanya dua diri yang sama sekalipun mereka saudara kembar siam, masing-masing individunya pasti sengaja diberi keunikan diri. Selain itu, Allah juga menciptakan manusia dalam keadaan berbeda warna kulit, warna rambut, warna bola
mata, bahasa, dan ciri-ciri fisik lainnya. Semua itu dimaksudkan Allah agar manusia saling mengenal.
Dalam hal ini, Allah berperan sebagai Al-Khaliq yang merupakan nama ke-12 dari 99 Asma'ul Husna. Kata dari Al-Khaliq berakar kata dari huruf kha’, lam, dan qaf yang berarti mengukur dan menghapus. Lalu, makna ini mengalami perluasan dengan arti menciptakan yang tiada tanpa suatu contoh terlebih dahulu. Nama al-Khāliq memiliki makna bahwa Allah Maha pencipta segala sesuatu.
Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Tidak ada ciptaan Allah yang tidak sempurna kecuali makhluk-Nya yang menganggap dirinya tidak sempurna. Salah satu ayat yang isinya berupa penegasan bahwa hanya Allahlah satu-satunya Tuhan
yang wajib disembah yaitu Q.S. Huud, 11:61
۞ وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَٱسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّى قَرِيبٌ مُّجِيبٌ
Ayat tersebut menjelaskan tentang Allah yang menciptakan manusia dari (saripati) tanah, Bumi, yang kemudian menjadikan manusia menjadi pemakmur sumber-asal hidupnya. Salah satu lanjutan tentang penjelasan itu menyangkut keberlangsungan hidup manusia setelah diciptakan kemudian dijadikan pasangan-pasangannya agar bisa berketurunan dan menjadi pemakmur Bumi.
Selain itu, Allah Swt juga berfirman dalam Q.S. Al-Israa, 17:70
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dalam surah itu dijelaskan bahwa Allah menyediakan segala keperluan penciptaan manusia dengan segala perangkat
hidupnya. Bahkan, Allah juga telah menetapkan bahwa manusia adalah mahluk yang
dilebihkan keberadaannya dibanding mahluk Allah lainnya. Allah menyediakan alam sebagai lahan hidup manusia dengan beragam persiapan rezeki yang mencukupi segala
kebutuhan manusia. Allah telah menjadikan alam sebagai sarana yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia di daratan maupun di lautan. Allah pun telah menjamin ketenteraman hidup manusia melalui sistem keluarga yang dilengkapi dengan rasa kasih-sayang.
2.2 Konsep Sunnatullah
Dalam subbab yang kedua ini dijelaskan bahwa
Dalam dunia ilmu pengetahuan kita mengenal istilah hukum alam. Alam dianggap
memiliki kekuatan khusus yang tak dapat dikalahkan, ditolak, atau sekadar diatasi oleh
manusia. Dalam Islam, kita mengenal kekuatan di balik semua kekuatan yaitu kekuatan alam maupun kekuatan manusia tetapi bukan animisme. Kekuatan itu adalah
kekuatan yang Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Penguasa Alam, Maha Penentu,
yaitu Allah Rabbul ‘Aalamiin.
Istilah hukum alam atau bahasa dalam Islam yang sering disebut sunnatullah adalah kehendak yang merupakan takdir atau qadar Allah SWT yang sudah ditetapkan terlebih dulu dan tidak bisa diubah. Sebagai contohnya adalah kita tidak bisa mengubah perjalanan matahari agar berjalan dari barat ke timur. Kita tidak bisa meminta bumi ini tidak bulat, semisal lonjong. Kita tidak bisa meminta hidup abadi. Kita tidak bisa meminta hidup tanpa mengalami kesulitan. Kita tidak bisa meminta dunia ini bebas dari orang jahat, nakal, preman, dan sebagainya. Semua itu adalah sunnatullah yang sudah dibakukan oleh Allah Swt.
Sunnatullah adalah ketentuan Allah, kepastian dari Allah. Alam sama seperti mahluk Allah lainnya, tidak memiliki kekuasaan, selain yang dianugerahkan oleh Allah swt. Seperti yang diterangkan dalam Q.S. Al-Ahzaab, 33:62
سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبْدِيلًا
Yang patut dipahami adalah bahwa ketentuan Allah (sunnah Allah, sunnatullah) itu tidak
pernah berubah.
Demikianlah Allah telah menetapkan sesuatu secara tertib. Masing-masing perangkat
alam telah ditentukan garis edarnya yang pasti, sehingga segala perhitungan dan ketetapan sangat jelas bisa dipastikan. Hitungan waktu (detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun, beserta hitungan yang ada di atasnya) terkait dengan semua keteraturan sunnatullah, bukan hukum milik alam, tetapi hukum Allah yang diterapkan di alam.
2.3 Posisi Manusia di Antara Makhluk Ciptaan Allah Swt.
Dalam subbab yang ketiga ini dijelaskan bahwa manusia hanyalah salah satu mahluk di antara mahluk-mahluk lain yang diciptakan oleh Allah
swt. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Di samping bergantung kepada manusia
lain, manusia juga sangat memerlukan keberadaan mahluk lain selain manusia. Semua ciptaan Allah disebut mahluk, sedangkan Allah sebagai pencipta disebut Khalik. Semua mahluk
Allah harus mengikuti ketentuan (qadr) Allah tanpa bisa menawar, kecuali manusia.
Manusia berbeda dengan mahluk lain, diberi pilihan oleh Allah berupa : jalan yang lurus (shiraathal mus-taqiim) atau memilih jalan lain (jalan bawaan Iblis, jalan sesat) dan semua itu berhubungan dengan risiko perhitungan di sisi Allah swt. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S.Al-Balad, 90:10
وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ
Dijelaskan dalam posisi manusia sebagai mahluk yang diberi kebebasan memilih, sejatinya manusia bisa menetapkan dirinya mengikuti kebebasan fujur atau taqwanya. Oleh karena itu, sudah sunnatullah jika manusia ada yang menjadi kuffar ataupun mu’min. Ketika manusia memilih kecenderungan dominasi fujur, jadilah ia sebagai kuffar. Sebaliknya, ketika manusia mengikuti kecenderungan taqwanya, jadilah ia mu’min.
Sunnatullah yang lain, yang harus terjadi dan akan menjadi bukti tentang kemahakuasaan Allah dalam menetapkan segala sesuatu adalah menyangkut banyak hal yang terkait dengan kondisi keluarga, keturunan, gen, pengaruh lingkungan, dan sebagainya.
2.4 Manusia Sebagai Khalifatan fil Ardh
Dalam subbab yang terakhir ini dijelaskan bahwa sejak awal penciptaan, manusia dijadikan sebagai khalifah dan pemakmur Bumi. Segala yang ada di Bumi diperuntukkan bagi manusia. Oleh karena itu, Allah telah memberi tanggung jawab kepada manusia yaitu tanggung jawab yang tidak bisa dipikul oleh makhluk lain, diantaranya adalah:
1. Tanggung jawab bagi setiap manusia, pada dasarnya adalah tanggung jawab pribadi (Q.S.
Al-Baqarah, 02: 134 )
2. Memelihara hubungan baik dengan sesama manusia (Q.S. An-Nisaa, 04: 01)
3. Memelihara hubungan baik dengan saudara seagama (Q.S. Al-Hujuraat, 49: 10)
4. Memelihara hubungan baik dengan orang tua (Q.S. Al-Israa, 17: 23)
5. Memelihara hubungan baik dengan alam Q.S. Ar-Ra’d, 13: 04)
Dan, manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya
(khairunnaasi anfa’uhum linnaas: hadits Nabi saw).
Sekalipun manusia adalah mahluk individu, tak ada manusia yang bisa lepas dari
keberadaan manusia lain. Sebagai mahluk yang tidak bisa hidup menyendiri, bahkan dengan alam, manusia pun harus tetap memelihara
hubungan baik. Ketergantungan manusia kepada mahluk Allah lainnya adalah fitrah yang
tak bisa ditolak.
Komentar
Posting Komentar