BAB 7 - MANUSIA MAKHLUK PENELITI
Hari, tanggal: Rabu, 08 November 2023
Resume oleh: Elida Safitri
"BAB 7- MANUSIA MAKHLUK PENELITI"
Pada materi bab 7 ini terdiri atas beberapa bahasan, yaitu :
1. Konsep dasar kewajiban melakukan penelitian
2. Kewajiban melakukan penelitian dan derajat manusia di sisi Allah
3. Kewajiban menerapkan pendekatan Islami dalam kegiatan ilmiah
4. Tuntutan Allah dalam wahyu pertama
5. Perlukah Islamisasi sains.
7.1 Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian
Allah menuntut calon Nabi, Muhammad saw, untuk melakukan kegiatan pembacaan (iqra) sejak awal tugas kenabiannya. Pembacaan yang dituntut adalah pembacaan yang seharusnya memerlukan penelitian yang mendalam. Penelitian itu dimulai dengan mempelajari sesuatu yang paling dekat dengan diri manusia, yaitu tentang dirinya, tentang bagaimana Allah menciptakan diri manusia. Perintah iqra yang dilengkapi dengan pemberitaan yang mendasar tentang penciptaan manusia telah disampaikan oleh Allah sebagai bahan ajar pertama untuk calon Nabi. Seperti dalam firman Allah Surat Al-‘Alaq, 96: 01-05 yang diketahui sebagai wahyu yang pertama diterima oleh Nabi Muhammad saw, yaitu seperti berikut:
Dalam salah satu hadits, Nabi menegaskan: “Man ‘arafa nafsahu ‘arafa Rabbahu”: Barangsiapa mengenal (‘arafa) tentang kondisi dirinya maka akan lebih mudah mengenal Tuhannya. “Ibda binafsika”, adalah satu potongan kalimat hikmah yang telah populer. Perintah memulai sesuatu dari diri sendiri, sejalan dengan perintah Allah swt tentang pemeliharaan diri yang dimulai dari kondisi diri, kemudian keluarga terdekat, berlanjut menuju lingkungan yang lebih luas. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُم
وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)
7.2 Kewajiban Meneliti dan Derajat Manusia di Sisi Allah
Wahyu Allah yang diturunkan pertama kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-’Alaq ayat 01-05. Pada ayat yang kelima Allah memberi jaminan tentang pengetahuan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang mau melakukan pengiqraan dan penelitian. Pada ayat lain Allah memaksa manusia untuk selalu
berusaha memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di alam, bahkan tentang kejadian yang pernah terjadi pada masa lalu, masa manusia pertama hingga manusia-manusia kemudian.
Sejalan dengan janji Allah tentang derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi dibanding orang yang tidak memiliki ilmu, telah terbukti bahwa Allah telah meninggikan derajat orang-orang kafir yang sadar ilmu, sekalipun mereka tidak beriman, dibanding orang-orang muslim yang mengaku beriman tetapi tidak sadar ilmu. Derajat duniawi yang telah dicapai oleh kelompok orang kafir telah membuktikan bahwa janji Allah itu benar adanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk mengikuti para sahabat. Berjalan di atas jalan yang mereka tempuh. Berperilaku selaras dengan apa yang telah mereka perbuat. Menjalani manhaj (cara pandang hidup) sesuai manhaj mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)
Allahlah yang memiliki hak membagi-bagikan dan memosisikan derajat kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Artinya, seperti pada prinsip pembagian ilmu Allah, Allah menurunkan ilmu ke alam ini untuk siapa saja yang siap dan mau mengelolanya.
7.3 Kewajiban Menerapkan Pendekatan Islami dalam Kegiatan Ilmiah
Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan global. Oleh karena itu, Al-Quran harus menjadi sumber acuan keilmuan bagi manusia muslim. Al-Quran adalah sumber acuan yang kebenarannya mutlak, tidak perlu diuji ulang, tidak perlu dipertanyakan. Isi Al-Quran mencakup segala segi ilmu pengetahuan yang akan dan telah ditemukan oleh manusia. Lahirnya ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tuntunan dan sekaligus tuntutan yang telah diceritakan di dalam isi Al-Quran. Allah swt sengaja meninggalkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan lebih kuat dan lebih pintar. Seperti pernah disinggung, sejumlah tinggalan budaya fisik yang membuka mata manusia masa setelahnya, sengaja Allah swt jaga agar masih bisa diteliti dan ditemukan data-data tentangnya.
7.4 Tuntutan Allah dalam Wahyu Pertama
Segala ilmu yang beredar di alam ini adalah ilmu Allah swt. Sumber segala ilmu adalah yang Mahatahu, Allah swt pemilik segala ilmu pengetahuan. Allah swt menurunkan ilmu kepada manusia hanya sedikit saja. Ilmu Allah swt yang tidak diberikan pengetahuannya kepada manusia masih Mahaluas.
Allah swt telah berfirman secara jelas dalam Al-Quran surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, tentang proses keberilmuan seseorang dicontohkan lewat uswah hasanah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad diminta untuk “membaca” tentang awal kejadian manusia secara Ilahiyah. Tuntutan Allah swt kepada NabiNya pada awal diangkat menjadi seorang rasul, ternyata adalah bentuk penyiapan mendasar tentang kemampuan manusia untuk menjadi peneliti.
Pernyataan Allah swt yang lengkap tentang hal itu adalah termaktub dalam surat ke 96: 05, yaitu: ‘Allama-al-insaana maa lam ya’lam’ (Yang mengajari manusia tentang segala sesuatu yang tidak diketahuinya). Ayat ini berisi janji Allah swt. Allah akan memberi kefahaman kepada siapa saja tentang segala sesuatu yang belum pernah diketahui oleh seseorang. Tentu semua itu hanya bisa didapat dengan usaha, melalui proses pengelolaan ilmu Allah swt, melalui penelitian.
7.5 Perlukah Islamisasi Sains?
Allah tidak membatasi keberhasilan para pengolah ilmu berdasarkan ketaatan para pengelola ilmu kepada Allah. Seperti rezeki, ilmu Allah ditebar di alam untuk sipapun yang mau mengelolanya. Artinya, Allah memberi kebebasan kepada siapapun untuk mendapatkan ilmu Allah, untuk memanfaatkan dan merasakan nikmat hasil mengolah ilmu Allah. Seseorang yang hanya memiliki pengakuan (syahadah) beriman kepada Allah, tetapi tidak pernah mempunyai semangat juang untuk mengelola ilmu Allah, posisinya secara keduniawian, berada di bawah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki semangat untuk mengolah ilmu Allah.
Sains dan teknologi sebagai bentuk hasil olah ilmu, adalah sesuatu yang telah Islami karena semua bersumber dari ilmu Allah swt. Sains dan
teknologi adalah bagian dari ilmu Allah swt yang dibagi-bagikan secara acak kepada siapapun yang memiliki keteguhan hati untuk mengolahnya. Allah swt tidak pernah membeda-bedakan penerima dan pengamal ilmuNya. Semua pengelola ilmu diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil duniawi yang telah dijanjikan oleh Allah swt, yaitu kemuliaan di antara manusia-manusia lainnya.
Sains dan teknologi tidak lahir tanpa pengolahnya, yaitu praktisi sains dan teknologi. Seperti praktisi sains, praktisi teknologi adalah manusia yang memiliki latar belakang kondisi tertentu. Semua benda yang dirancang oleh manusia, berdasarkan bimbingan ilmu Allah swt, pada awalnya untuk mendatangkan kemaslahatan manusia sendiri. Oleh karena itu, bimbingan dan pedoman selalu diperlukan oleh manusia agar manusia bisa memaslahatkan hidupnya dan lingkungannya. Allah swt menganugerahkan aneka pilihan hanya kepada manusia, kepada mahluk lain Allah swt tidak memberikan hal itu. Sains dan teknologi selama ini telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Melalui sains manusia tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُم
وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)
7.2 Kewajiban Meneliti dan Derajat Manusia di Sisi Allah
Wahyu Allah yang diturunkan pertama kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-’Alaq ayat 01-05. Pada ayat yang kelima Allah memberi jaminan tentang pengetahuan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang mau melakukan pengiqraan dan penelitian. Pada ayat lain Allah memaksa manusia untuk selalu
berusaha memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di alam, bahkan tentang kejadian yang pernah terjadi pada masa lalu, masa manusia pertama hingga manusia-manusia kemudian.
Sejalan dengan janji Allah tentang derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi dibanding orang yang tidak memiliki ilmu, telah terbukti bahwa Allah telah meninggikan derajat orang-orang kafir yang sadar ilmu, sekalipun mereka tidak beriman, dibanding orang-orang muslim yang mengaku beriman tetapi tidak sadar ilmu. Derajat duniawi yang telah dicapai oleh kelompok orang kafir telah membuktikan bahwa janji Allah itu benar adanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk mengikuti para sahabat. Berjalan di atas jalan yang mereka tempuh. Berperilaku selaras dengan apa yang telah mereka perbuat. Menjalani manhaj (cara pandang hidup) sesuai manhaj mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)
Allahlah yang memiliki hak membagi-bagikan dan memosisikan derajat kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Artinya, seperti pada prinsip pembagian ilmu Allah, Allah menurunkan ilmu ke alam ini untuk siapa saja yang siap dan mau mengelolanya.
7.3 Kewajiban Menerapkan Pendekatan Islami dalam Kegiatan Ilmiah
Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan global. Oleh karena itu, Al-Quran harus menjadi sumber acuan keilmuan bagi manusia muslim. Al-Quran adalah sumber acuan yang kebenarannya mutlak, tidak perlu diuji ulang, tidak perlu dipertanyakan. Isi Al-Quran mencakup segala segi ilmu pengetahuan yang akan dan telah ditemukan oleh manusia. Lahirnya ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tuntunan dan sekaligus tuntutan yang telah diceritakan di dalam isi Al-Quran. Allah swt sengaja meninggalkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan lebih kuat dan lebih pintar. Seperti pernah disinggung, sejumlah tinggalan budaya fisik yang membuka mata manusia masa setelahnya, sengaja Allah swt jaga agar masih bisa diteliti dan ditemukan data-data tentangnya.
7.4 Tuntutan Allah dalam Wahyu Pertama
Segala ilmu yang beredar di alam ini adalah ilmu Allah swt. Sumber segala ilmu adalah yang Mahatahu, Allah swt pemilik segala ilmu pengetahuan. Allah swt menurunkan ilmu kepada manusia hanya sedikit saja. Ilmu Allah swt yang tidak diberikan pengetahuannya kepada manusia masih Mahaluas.
Allah swt telah berfirman secara jelas dalam Al-Quran surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, tentang proses keberilmuan seseorang dicontohkan lewat uswah hasanah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad diminta untuk “membaca” tentang awal kejadian manusia secara Ilahiyah. Tuntutan Allah swt kepada NabiNya pada awal diangkat menjadi seorang rasul, ternyata adalah bentuk penyiapan mendasar tentang kemampuan manusia untuk menjadi peneliti.
Pernyataan Allah swt yang lengkap tentang hal itu adalah termaktub dalam surat ke 96: 05, yaitu: ‘Allama-al-insaana maa lam ya’lam’ (Yang mengajari manusia tentang segala sesuatu yang tidak diketahuinya). Ayat ini berisi janji Allah swt. Allah akan memberi kefahaman kepada siapa saja tentang segala sesuatu yang belum pernah diketahui oleh seseorang. Tentu semua itu hanya bisa didapat dengan usaha, melalui proses pengelolaan ilmu Allah swt, melalui penelitian.
7.5 Perlukah Islamisasi Sains?
Allah tidak membatasi keberhasilan para pengolah ilmu berdasarkan ketaatan para pengelola ilmu kepada Allah. Seperti rezeki, ilmu Allah ditebar di alam untuk sipapun yang mau mengelolanya. Artinya, Allah memberi kebebasan kepada siapapun untuk mendapatkan ilmu Allah, untuk memanfaatkan dan merasakan nikmat hasil mengolah ilmu Allah. Seseorang yang hanya memiliki pengakuan (syahadah) beriman kepada Allah, tetapi tidak pernah mempunyai semangat juang untuk mengelola ilmu Allah, posisinya secara keduniawian, berada di bawah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki semangat untuk mengolah ilmu Allah.
Sains dan teknologi sebagai bentuk hasil olah ilmu, adalah sesuatu yang telah Islami karena semua bersumber dari ilmu Allah swt. Sains dan
teknologi adalah bagian dari ilmu Allah swt yang dibagi-bagikan secara acak kepada siapapun yang memiliki keteguhan hati untuk mengolahnya. Allah swt tidak pernah membeda-bedakan penerima dan pengamal ilmuNya. Semua pengelola ilmu diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil duniawi yang telah dijanjikan oleh Allah swt, yaitu kemuliaan di antara manusia-manusia lainnya.
Sains dan teknologi tidak lahir tanpa pengolahnya, yaitu praktisi sains dan teknologi. Seperti praktisi sains, praktisi teknologi adalah manusia yang memiliki latar belakang kondisi tertentu. Semua benda yang dirancang oleh manusia, berdasarkan bimbingan ilmu Allah swt, pada awalnya untuk mendatangkan kemaslahatan manusia sendiri. Oleh karena itu, bimbingan dan pedoman selalu diperlukan oleh manusia agar manusia bisa memaslahatkan hidupnya dan lingkungannya. Allah swt menganugerahkan aneka pilihan hanya kepada manusia, kepada mahluk lain Allah swt tidak memberikan hal itu. Sains dan teknologi selama ini telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Melalui sains manusia tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak

Komentar
Posting Komentar