BAB 9 - MANUSIA MAKHLUK MORAL

Hari, tanggal: Rabu, 29 November 2023
Resume oleh: Elida Safitri

"BAB 9 - MANUSIA MAKHLUK MORAL"

Pada materi bab 9 ini terdiri atas beberapa bahasan, yaitu :
1. Hadits tentang diutusnya Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak manusia
2. Nabi Muhammad saw sebagai uswah hasanah.
3. Konsep manusia terbaik di sisi Allah swt
4. Indikator kenabian sebagai uswah hasanah
5. Pendidikan karakter dalam konsep Islam.

9.1 Hadits tentang diutusnya Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak manusia

Nabi Muhammad diutus bukan untuk menyempurnakan agama, tetapi untuk menyempurnakan akhlak. Hal itu menunjukkan bahwa yang akan menjadi kunci lengkapnya keimanan dan keislaman seseorang adalah akhlaknya. Allah tidak akan memberi tugas menyempurnakan akhlak kepada seseorang, seandainya yang ditugasi itu tidak memiliki akhlak yang baik. Julukan al-amiin adalah julukan yang berisi kepercayaan yang amat berharga dari masyarakat di sekeliling Muhammad pada saat itu. Artinya, apa yang menjadi milik Muhammad sebelum menjadi Nabiyullah, adalah modal dasar yang amat penting, mengapa Allah memilih Muhammad al-ummiy menjadi nabi sekaligus rasul.

Dari uraian tadi, bisa dirumuskan satu gambaran pengertian tentang akhlaq: Akhlaq adalah keseimbangan antara perilaku lahir dengan perilaku batin. Karena akhlaq ini, kemudian, bisa dikaitkan dengan dua nilai yang saling berbeda: baik dan buruk, maka bisa dikatakan, akhlaq itu ada yang baik dan ada juga yang buruk. Akhlaq yang baik adalah perilaku lahir sekligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang mutlak, kebenaran yang datang dari Khalik. Akhlak yang buruk adalah perilaku lahir sekaligus perilaku batin yang dibimbing oleh kebenaran yang datang dari makhluk.

Dalam akhlak terkandung tampilan berupa sopan santun yang didasari budi pekerti. Tetapi sopan dan santun yang hanya tampilan lahir saja, belum bisa dikategorikan sebagai akhlak.

Akhlak yang baik harus bersumber dari hanya satu sumber nilai yang Mahabenar. Jika tata-nilai yang dijadikan pengukur akhlak masih berupa tata-nilai ganda, kebenaran nilai tadi masih akan selalu dipertanyakan. Karena manusia masa kini tidak pernah bertemu langsung dengan sumber teladan akhlak, maka telah disediakan bagi kita Al-Quran dan Al-Hadits sebagai sumber tata-nilai yang Islami.

Oleh karena itu, inti pembelajaran penting dalam konsep Islam adalah menata akhlak agar iman dan islam yang telah ada bisa sejalan dengan yang telah dituntut dan ditetapkan oleh Allah swt melalui teladan perilaku nabiNya.

9.2 Nabi Muhammad saw sebagai uswah
hasanah
Julukan Al-Amiin yang diterima Nabi Muhammad saw dari para kafir Quraisy adalah julukan tertinggi, terhormat di antara mereka yang dimiliki oleh Muhammad sejak sebelum menjadi nabi. Allah swt telah menegaskan di dalam Al-Quran Q.S. Al - Ahzaab, 33 : 21 tentang keteladanan Nabi Muhammad saw

لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا 

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)

Diceritakan bahwa Nabi Muhammad saw menunjukkan teladan kesabaran dan semangat yang tinggi tanpa keluhan, sekalipun dalam kondisi sulit akibat perang. Sementara itu para sahabat banyak yang berkeluh-kesah kepada Nabi

Memang ada sejumlah perbuatan Nabi saw yang dikhususkan untuk Nabi semata. Tetapi, begitu banyak perbuatan Nabi yang harus menjadi teladan untuk ummat sebagaimana yang dijelaskan dalam isi ayat surat Al-Ahzaab, 33: 21. Bahkan, perbuatan Nabi adalah salah satu yang menjadi bagian dari sunnahnya, sunnaturrasul. Jika ummat tidak mengikuti sunnah Rasul berarti bukan bagian dari
ummat Rasul.

Sunnaturrasuul, sunnah rasul, sunnah nabi, adalah salah satu yang disebut sebagai warisan dari Nabi, selain Al-Quran (sebagai sunnatullah). Sunnah Nabi (dikategorikan sebagai hadits, berita, dari Nabi, tentang Nabi, dan sikap Nabi) bisa ucapannya
(qauliyah), perbuatannya (amaliyah) dan sikapnya (takriiriyah).

Sebagai bekal keteladanan, Rasulullah telah dianugerahi kelengkapan sifat, yaitu 4 sifat
yang dimiliki oleh Rasulullah. Empat sifat itu adalah: Shiddiq (benar), amanat (bisa dipercaya), tabligh (menyampaikan, tidak menyembunyikan), dan fathonah (cerdas). Oleh karena itu, apa yang diucapkan (qauliyah) dengan apa yang dilakukan (fi’liyah) oleh Nabi selalu sejalan, yang kemudian secara syari’at menjadi pedoman uswah hasanah yang harus diikuti oleh ummatnya.

9.3 Konsep manusia terbaik di sisi Allah swt
Sejak manusia bangun dari tidur, mengawali hari, bekarja, bermu’amalah, istirahat, ibadat mahdhah, hingga manusia mau tidur lagi, semua rangkaian kegiatan itu diikat aturan-aturan. Ada satu hadits yang populer, yang terkait dengan gambaran seorang yang terbaik tempatnya di sisi Allah swt. Isi hadits ini adalah : “Sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi manusia lain”. Sebagai mahluk individu manusia bertanggung jawab penuh atas segala hasil perbuatan dirinya. Tetapi, sebagai makhluk sosial, manusia dituntut menjadi individu yang bisa banyak memberi manfaat bagi individu lainnya.

Kebermanfaatan tadi tidak berhubungan dengan profesi tertentu. Artinya, semua bidang kegiatan yang sejalan dengan aturan-aturan Allah swt, adalah lahan untuk menggali dan mengumpulkan kebaikan yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi manusia lain. Kebermanfaatan kedua adalah berhubungan dengan pemanfaatan ilmu. Ilmu yang
dimanfaatkan, ilmu yang diajarkan kepada orang lain, sangat bermanfaat bagi orang yang mendapatkannya.

Satu hal yang paling rasional sebagai bentuk kebermanfaatan seseorang di dalam tindakan dengan orang lain adalah berupa amal jariyah, amal yang terus berkelanjutan maknanya, hasilnya, manfaatnya. Amal jariyah bentuknya sangat beragam. Siapapun yang memiliki harta, seberapa banyak harta yang dijariahkan, semua berawal dari keikhlasan mengeluarkannya sebagai amal jariyah, maka akan menjadi amal yang tidak terputus hasilnya sekalipun orang yang beramal tersebut telah meninggal. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَا تَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَا سْمَعُوْا وَاَ طِيْعُوْا وَاَ نْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. At-Taghabun 64: Ayat 16)

9.4 Indikator kenabian sebagai uswah hasanah
Sebagai utusan yang ditugasi untuk menyempurnakan akhlak manusia, Nabi
Muhammad saw memiliki ciri kenabian sebagai manusia yang patut menjadi contoh.

Beliau telah mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat Quraisy sebagai orang yang dapat dipercaya perilakunya. Beliau dijuluki Al-Amiin, orang yang sangat bisa dipercaya. Di samping memiliki perilaku terpercaya, Muhammad pun
memiliki latar keturunan dari keluarga yang terhormat, yang terpelihara kehormatan nama keluarga dan keturunannya. Ditambah dengan perilaku terpuji yang menjadi ciri kehidupan sehari-harinya, Muhammad telah menjadi tokoh anggota masyarakat yang dihargai. Jadi, lengkaplah
Muhammad sebagai calon Nabi akhir zaman, yang keberadaannya dicatat dalam Al-Quran sebagai uswah hasanah bagi manusia pada masanya dan manusia-manusia pada zaman jauh setelahnya.

9.5 Pendidikan karakter dalam konsep Islam
Pendidikan karakter dimulai dari rumah. Orang tua yang pertama menorehkan penanda awal ke dalam hati seorang anak. Melalui pembiasaan yang dibangun orang tualah karakter tertentu akan terbentuk dalam diri seseorang.

Dalam konsep Islam, pendidikan dini adalah kunci pembuka hidayah bagi seseorang. Ketika pembiasaan telah terbentuk melalui pengaruh orang-orang yang paling dekat dengan seorang anak, maka pengaruh tersebut bisa menjadi jembatan hidayah, jika pengaruh yang diberikan adalah pengaruh yang baik. Sebaliknya, jika pengaruh yang diterima oleh anak adalah pengaruh buruk, sehingga membentuk karakter buruk, maka
pendidikan masa kecil telah menjadi pagar atau sekat yang memisahkan anak dengan hidayah.

Karakter ikhlas dan pasrah adalah kondisi yang dituntut dalam menghadapi ketentuan Allah swt. Tak ada yang lebih nikmat selain ketika seseorang bisa memasrahkan diri secara sadar kepada ketentuan Allah swt, setelah melalui berbagai upaya: amal maupun do’a. Seseorang akan merasa lengkap menempatkan diri sebagai makhluk, yang tidak memiliki kuasa apapun selain yang telah dianugerahkan oleh Allah swt. Inilah keimanan akan qadha dan qadar Allah swt, yang baik maupun yang buruk. Tetapi, semua muslim harus yakin bahwa yang diberikan oleh Allah swt pasti yang terbaik, sekalipun pada kenyataannya, masih banyak orang yang belum bisa menyadari ada hikmah di balik semua yang ditetapkan oleh Allah swt.

Sebagai mahluk moral, manusia telah dibekali kemampuan untuk menempatkan diri sebagai hamba. Ia juga bisa menempatkan diri sebagai makhluk yang memiliki kesadaran bahwa Allah swt adalah Tuhan Yang Mahaberkehendak, Yang
Mahamemaksa. Di balik semua kepastian Allah swt, selalu ada hikmah yang mendatangkan kebaikan: segera ataupun tangguh waktu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 4 - MANUSIA MAKHLUK OTONOM

BAB 3 - MANUSIA MAKHLUK IBADAT